Abad Pertengahan
Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu
berkaitan dengan kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan
politik. Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out
('membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out (menembak sampai habis).
Retorika subur pada cara pertama, cara demokrasi. Ketika demokrasi Romawi
mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan,
"membicarakan" diganti dengan "menembak". Retorika
tersingkir ke belakang panggung. Para kaisar tidak senang mendengar orang yang
pandai berbicara. Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat
retorika.
Abad ini ditandai dengan wejangan-wejangan religius seperti
khobah. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian
jahiliah. Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang
dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala. Bila
orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki kemampuan untuk
nmnyampaikan kebenaran. . St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika
sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu. Tersebutlah
seorang yang bernama Yesus dari Nazaret yang hidup sekitar tahun 7 sebelum
Masehi sampai 30 sesudah Masehi. Ia seorang pewarta yang memiliki daya tarik
dan daya sugesti yang mempesona. Dalam usaha menyebarluaskan ajaran Yesus, para
pengikutnya ikut mengembangkan kepadaian berbicara lewat khotbah-khotbah yang
dibawakannya. Paulus dari Tarsus (5-64M) adalah seorang warga Romawi yang
menguasai pengetahuan klasik dan memperluas ajaran Yesus melalui
khotbah-khotbahnya. . St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum
masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu. Dalam On Christian
Doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah harus sanggup mengajar,
menggembirakan, dan menggerakkan - yang oleh Cicero disebut sebagai kewajiban
orator. Untuk mencapai tujuan Kristen, yakni mengungkapkan kebenaran, kita
harus mempelajari teknik penyampaian pesan. Pada abad-abad berikutnya ketika
kekristenan mulai meluas banyak muncul pembicara terkenal yang mengembangkan
ilmu kepandaian berbicara melalui khotbah. Beberapa nama terkenal seperti
Tertulianus (150-230), Lactantius (260-320) yang digelari Ciceronya orang
kristen, Victorianus, Aurelius Agustinus (354-430) Hironimus (348-420), Yohanes
(344-407) yang dijuluki mulut emas. Menurut Yohanes seni berbicara adalah
medium untuk merebut hati pendengar dan mempengaruhi jiwanya.
Pada golongan muslim di daerah Timur muncul peradaban baru.
Seorang nabi menyampaikan firman Tuhan, “Berilah mereka nasihat dan
berbicaralah kepadamereka dengan pembicaraan menyentuh jiwa mereka”(Al-Quran
2:63). Muhammad saw bersabda untuk memperteguh firman Tuhan tersebut,
“Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”. Beliau
sendiri adalah seorang pembicara yang fasih dengan kata-kata yang singkat dan
mengandung makna yang padat. Para sahabat bercerita bahwa ucapan beliau sering
menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinangan air matanya. Beliau
tidak hanya menyentuh hati umatnya, tetapi menghimbau akal para pengikutnya.
Salah seorang sahabat yang paling dikasihi nabi Ali bin Abi Thalib, mewarisi
ilmnya dalam berbicara. Pada diri Ali bin Abi Thalib kefasihan dan kenegarawanan
bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya dikumpulkan dengan cermat oleh para
pengikutnya dan diberi judul Nahjal-Balaghah (jalan Balaghah). Balaghah menjadi
disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban islam. Kaum
muslim menggunakan balaghah sebagai
pengganti retorika.
Retorika pada abad pertengahan digolongkan dalam tujuh
kesenian liberal. Retorika, tatabahasa dan logika (dialektika) membentuk satu
trivium (tiga serangkai). Bukubuku pegangan Abad pertengahan mengenai retorika
mengikuti prinsip-prinsip klasik dengan membedakan tiga gaya tulisan: kuat,
sedang dan lemah. Atau tinggi,menengah, rendah. Gaya tinggi bukan hanya
menyangkut hiasan tetapi juga penggunaan figuratau warna retorika yang paling
sulit dan tinggi martabatnya. Terdapat enam langkah pidato (dispositio) pada
abad pertengahan: (a) Exordium: sebuah pembukaan yang jelas, sopan tapi
singkat, (b) Narratio: sebuah pernyataan dari fakta awal yang jelas, dipercaya,
singkat dan menyenangkan. (c) Propositio: penyajian kasus, jika yang disajikan
berbentuk isu disebut partitio, (d) Confirmatio: penyajian argumen. (e)
Refutatio: penolakan atas keberatan-keberatan, bahwa keberatan itu tidak
bersifat absud, palsu atau tidak konsisten, dan (f) peroratio: ringkasan, yaitu
rangkuman dengan suatu appeal emosional.
Retorika modern
Retorika modern diartikan sebagai seni berbicara atau
kemampuan untuk berbicara dan berkhotbah (Hendrikus, 1991); sehingga
efektivitas penyampaian pesan dalam retorika sangat dipengaruhi oleh teknik
atau keterampilan berbicara komunikator.
Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun
(400-1400). Di Eropa, selama periode panjang itu, warisan peradaban Yunani
diabai¬kan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam - yang menyimpan dan
mengembangkan khazanah Yunani - dalam Perang Salib menimbulkan Renaissance.
Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang pada
retorika adalah Peter Ramus. Renaissance mengantarkan kita kepada retorika
modern. Yang membangun jembatan, menghubungkan Renaissance dengan retorika modern
adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode
eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis
dalam studi retorika. Ia menyatakan, "... kewajiban retorika ialah
menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih
baik". Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-fakultas psikologis yang
kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern. Ia membagi retorika pada dua
bagian. Inventio dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian logika. Sedangkan
retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio saja. Taksonomi
Ramus berlangsung selama beberapa generasi.
Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan
proses psikologis, dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas
"teori pengetahuan"; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas
pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika
klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang membahas
proses mental). George Campbell (1719-1796), dalam bukunya The Philosophy of
Rhetoric, menelaah tulisan Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan
pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas psikologi). Psikologi fakultas
berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku manusia pada empat fakultas - atau
kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan, dan kemauan.
Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya
"mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan
mempengaruhi kemauan". Richard Whately mengembangkan retorika yang
dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori retorikanya juga pada psikologi
fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi sebagai fokus retorika. Retorika
harus mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang tepat dan
mengorganisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell menekankan
pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang
berorientasi pada khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum
epistemologis - aliran pertama retorika modern.
Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles
lettres (Bahasa Prancis: tulisan yang indah). Retorika belletris sangat
meng¬utamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan
mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) me¬nulis Lectures on
Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hu¬bungan antara retorika,
sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu
kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah.
Karena memiliki fakultas cita¬rasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah,
membaca tulisan yang indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan
pidato yang indah. Citarasa, kata Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan
inderawi dipadukan dengan rasio - ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber
kenikmatan.
Aliran ketiga - disebut gerakan elokusionis - justru
menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert Austin, misalnya memberikan
petunjuk praktis penyampaian pidato, "Pembicara tidak boleh melihat
melantur. Ia harus mengarahkan matanya langsung kepada pendengar, dan menjaga
ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan seluruh suaranya, tetapi
mulailah dengan nada yang paling rendah, dan mengeluarkan suaranya sedikit
saja; jika ia ingin mendiamkan gumaman orang dan mencengkeram perhatian
mereka". James Burgh, misal yang lain, menjelaskan 71 emosi dan cara
mengungkapkannya. Dalam perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena
perhatian - dan kesetiaan - yang berlebihan pada teknik. Ketika mengikuti kaum
elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak secara spontan.
Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum elokusionis telah berjaya
dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan "resep-resep"
penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata
"otak-atik otak" atau hasil perenungan rasional saja. Retorika,
seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil penelitian empiris.
Pada abad ke-20, retorika mengambil manfaat dari
perkembangan ilmu pengetahuan modern - khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti
psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech, speech
communication, atau oral communication, atau public speaking. Pakar retorika
yang mencuat pada abad ini adalah James A. Winans, Charles Henry Woolbert,
William Noorwood Brigance, Alan H. Moonroe, dan Dr. Charles Hurst.
Negara-negara yang berjasa mengembangkan ilmu retorika pada
zaman modern adalah Perancis, Inggris, Amerika dan Jerman Barat. Berikut ini
diuraikan perkembangan di masing-masing negara tersebut.
a. Perancis
Gerakan humanisme melahirkan penyair-penyair, pengarang,
moralis dan pengkhotbah terkenal di Perancis. Sampai pada saat revolusi
Perancis kepandaian berbicara hanya berkembang di rumah-rumah biara. Setelah
revolusi Perancis ilmu retorika mulai meluas dan tersebar juga di kaum awam.
Tokoh tokoh terkenal dari Perancis diantaranya Miabeaus (1749-1791) yang
menguasai teknik berdebat, memiliki suara yang jelas dan mimik yang menarik;
pengungkapan yang tajam dan logis. Selain itu terdapat Napoleon Bonaparte
(1769-1821) seorang diktator yang memiliki banyak bakat dan mengenal jiwa
manusia secara teliti. Napoleon seorang ahli pidato yang luar biasa. Selain
Napoleon ada pula seorang Jendral yang bernama Charles de Gaulle(1890-1970)
ang mengangkat suara dari tempat
pengasingannya di London untuk mendorong rakyat Perancis supaya bertahan dalam
tantangan. Ia adalah seorang alhi pidato yang bersifat kepahlawanan. Saat itu
Charles de Gaulle telah memanfaatkan televisi sebagai media.
b. Inggris
Ketika di daratan Eropa khususnya di Jerman, orang
berkecimpung dalam bidang puisi dan filsafat, orang Inggris mempelajari ilmu
retorika secara sistematis dan mengembangkannya dengan karakter tersendiri.
Sebagaimana bangsa Romawi, bangsa Inggris yakin bahwa kata-kata yang diucapkan
memiliki data untuk mempengaruhi dan menguasai manusia. Oleh karena itu, ilmu
retorika dipergunakan dalam usaha memperluas kekuasaan kerajaan Inggris. Secara
alamiah orang Inggris adalah manusia pendiam, dalam arti bahasa dan gerak
motoris tubuhnya kurang dinamis. Para pemimpin Inggris mempelajari ilmu
retorika secara teliti dan melatih diri secaraintensif dalam seni berbicara.
Berikut ini terdapat fase kejayaan ilmu retorika Inggris yang terkenal.
1) Masa Kejayaan Ratu Elizabet
Masa ini ilmu retorika berkembang jaya berkat pengaruh
Humanisme. Thomas Wilson menulis sebuah buku standar berjudul Seni Retorika
yang terkenal di kalangan masyarakat Inggris. Seorang filsuf Francis Bacon
(1561-1626) dalam bukunya “Kemajuan Belajar” memberikan penilaian mengenai ilmu
retorika. Ia mengatakan kebijaksanaan menciptakan nama dan ketakjuban, tetapi
kepandaian berpidato dalam soal dagang dan kehidupan bernegara menciptakan efek
yang jauh lebih besar. Tokoh yang turut mengembangkan ilmu retorika dalam masa
ini adalah penyair terkenal William Shakespeare (1564-1616). Dalam karyanya
Coriolanus dan Julius Caesar dia selalu memasukkan pidato-pidato politis. Salah
satu contoh pidato yang dibawakan Marc Anton di depan jenazah Julius Caesar dan
massa untuk menghormati para pahlawan. Ia membuktikan bahwa pengaruh ilmu
retorika dalam kehidupan politis di Inggris pada waktu itu sangat besar.
2).Masa Revolusi Puritanis
Pada masa ini retorika juga berkembang pesat. Tokoh
terkenal masa ini adalah Oliver Cromwell (1599-1650). Dia adalah seorang
diktator yang pandai mensugesti massa lewat pidato. Pidatonya yang terkenal
adalah pidato peperangan melawan Spanyol yang ducapkan pada tanggal 17
September 1656. Seorang lagi yang bernama John Milton (1608-1674) adalah
penyair terbesar masa ini yang menguasai teknik berbicara dengan baik. Dalam
bukunya Das verlorene Paradies, ia membuat sintesis antara politik dan agama
dengan menggunakan ilmu retorika. Menurutnya agama dan politik harus saling
melengkapi.
3). Masa Jaya antara Abad ke-17 dan ke-19
Pada abad ini muncul ahli-ahli pidato terkenal di Inggris.
Tanpa orang-orang ini, sejarah demokrasi parlemen di Inggris akan menjadi lebih
miskin. Perdebatan-perdebatan dalam parlemen pada masa itu menampilkan secara
jelas kejayaan llmu retorika. Tokoh terkenal zaman ini adalah William Pitt
Senior dan Junior. Tokoh ini adalah orang tua dan anak. Junior pada usia 24
tahun sudah menjadi perdana mentri kerajaan Inggris. Ia memiliki kepala dingin
dan tampil sebagai ahli pidato improvisasi yang brillian. Ia terkenal dalam
sejarah berkat pidatonya dihadapan DPR Inggris mengenai penghapusan perdagangan
budak.
4). Masa Kejayaan Victoria
Masa ini adalah masa peralihan dari gaya berbicara
aristokratis kepada demokratis. Pusat pembinaan ilmu retorika dalam masa ini
adalah universitas-universitas seperti Oxford dan Cambride. Pada masa ini
terbentuk kelompok debat. Banyak dari antara anggota kelompok diskusi dan debat
ini telah menjadi pemimpin-pemimpin dalam bidang politik. Di dalam kelompok
debat dilatih teknik berbicara, berpidato, berdiskusi, berdebat, memimpin
diskusi atau bekerja menurut prosedur parlemen. Ciri khas ilmu retorika masa ini adalah
bahwa mereka menggunakan bahasa daerah (plain English) dan bukan bahasa Inggris
standar. Sejak masa ini juga muncul kebiasaan untuk membawakan pidato di tempat
terbuka (Open Air Speech). Yang mengambil bagian dalam Open Air Speech adalah
rakyat biasa. Tokoh-tokoh terkenal masa ini adalah George Canniq (1770-1827),
Richard Cobden (1804-1865), John Bright (1811-1889), Joseph Chamberlain
(1834-1914) dan lain-lain. Joseph Chamberlain kemudian menjadi perdana mentri
yang imprealistis. Ia memajukan satu seni berbicara yang dekat dengan situasi
rakyat jelata. Ciri khas retorika zaman ini adalah bahwa kepandaian berpidato
keluar dari lingkungan parlemen dan istana, lalu menyebar luas dikalangan
rakyat jelata.
5). Abad XX
Tokoh terkenal masa ini adalah David Llooyd George
(1863-1945) dan Winston Spencer Churchill (1874-1965). David adalah seorang
politikus dari Wales yang menampilkan ilmu retorika modern yang bersifa
populer. Pidatonya yang diucapkan mengenai kehormatan nasional merupakan salah
satu karya retoris yang terbaik selama perang. Dari puncak kekuasaan politisi
ini ia menaklukkan para lawan politiknya lewat seni berpidato, dan justru
penguasaan seni berbicara inilah juga yang menghantar dia ke puncak
keberhasilan. Churchill adalah
seorang politikus terbesar dan yang mengalami dua perang dunia. Ia memiliki
bakat bicara yang luar biasa. Sejak tahun 1940, ketika bangsa dan tanah airnya
dilanda malapetaka, ia mendorong dan menguatkan hati rakyat Inggris melalui
kepandaian retorisnya, supaya mampu bertahan dan memenangkan peperangan.
Pidatonya berjudul “Darah, Keringat dan Airmata” yang disampaikan pada tanggal
13 Mei 1940 menunjukkan betapa ia menguasai teknik berbicara. Ia menggunakan
kata-kata sebagai senjata yang ampuh. Pidato-pidatonya yang disusun dalam tujuh
jilid memberi kesaksian bahwa Churchill adalah seorang ahli pidao terbesar dan
seorang penyambung lidah rakyat Inggris termasyur abad ini.
c. Amerika Serikat
Kira-kira dua ratus tahun yang lalu Amerika telah memiliki
tradisi retoris. Nenek moyang bangsa Amerika adalah orang-orang yang pandai
berbicara. Tanpa modal kepandaian berbicara ini, mereka tidak akan dapat
mempersatukan bangsa Amerika untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajahan
Inggris.
Retorika di Amerka Serikat mengalami beberapa tahap
perkembangan seperti dijelaskan berikut ini :
1) Pada Masa Awal
Tokoh penting masa ini adalah Patrick Hendry (1736-1799).
Dia seorang gubernur dari negara bagian Virginia. Dia terkenal dengan seruan
“kebebasan atau kematian”. Tokoh lainnya adalah John Quincy Adam (1767-1848).
John merupakan presiden Amerika keenam dan dia seorang profesor ilmu retorika.
2) Selama Perang Saudara (1861-1865)
Pada masa ini terdapat beberapa ahli pidato terkenal sperti
Hendry Clay (1777-1852) seorang senantor dan anggota kongres. Lewat seni bicara
ia menghindarkan perpecahan antara negara bagian utara dan selatan. Tokoh
selanjutnya John Calhon (1782-1850) yang memiliki kepandaian berbicara
khususnya dalam diskusi dan debat. Tahun 1782-1852 seorang senator dan demagog
masa itu bernama Daniel Webster mencoba dengan segala daya dan keterampilannya
untuk meyakinkan rakyat Amerika supaya tetap mempertahankan persatuan bangsa.
Argumentasi Webster amat kuat dan tidak pernah habis sehingga ia dijuluki
“meriam yang persiapan amunisinya tidak habis-habis”. Tokoh terkenal lainnya
adalah Abraham Lincoln (1809-1865). Presiden Amerika ke -16 ini mengucapkan
pidatonya dalam perdebatan dengan senator Douglas dari Illionis mengenai
penghapusan perbudakan. Tanggal 1 Januari 1863 memaklumkan pembebasan bagi para
budak berkulit hitam. Kata-katanya yang paling berkesan dalam sejarah bangsanya
adalah bahwa “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tidak akan
lenyap di muka bumi ini.
3) Abad XIX - XX
Tokoh retorika terkenal masa ini adalah Theodore Roosevelt
(1858-1919). Dia adalah presiden Amerika ke-26. Seorang yang pandai
mempergunakan kata-kata secara tepat dalam berpidato sehingga membawa dampak
bagi pendengarnya. Tokoh berikutnya adalah Franklin Delano Roosevelt presiden
Amerika ke-22. Tahun 1933 terjadi krisis ekonomi dunia yang menimpa AS. Dalam
masa itu ia tampil dalam pemilihan presiden, pada saat kampanye ia mengucapkan
”satu-satunya hal yang kita takuti adalah ketakutan itu sendiri”. Kalimat itu
membuatnya terkenal dan memiliki dampak psikologis yang tinggi. John Fitzgerald
Kennedy (1917-1963) adalah senator dan presiden AS yang ke-35. Ia terkenal
karena kepintaran yang brilian dan kemampuan retorisnya yang tinggi.
Kepandaiannya dalam seni berbicara didemontrasikan dalam pidato pelantikannya
tahun1961. Ia menggunakan permainan kata yang mengandung humor. Tokoh berikutnya
adalah saudara dari John F Kennedy yaitu Robert Francis Kennedy (1925-1968).
Seorang senator yang menjabat menteri pengadilan yang kemudian mati ditembak
saat berkampanye. Berbeda dengan saudaranya, Robert memilih gaya retoris
sederhana tetap berkesan. Tokoh terkenal tahun 1925-1968, dialah Martin Luther
King. Dia seorang pengkhotbah kulit berwarna yang memperjuangkan hak asasi
golongan kulit hitam yang berasal dari Alabama. Dalam perjuangannya Martin
Luther King mengembangkan pidato-pidato yang demagogig dan mewakili nilai
retoris. Pidatonya yang berjudul “I have a dream” yang diucapkannya tanggal 28
Agustus 1983 di tugu Lincoln merupakan pidato yang dicatat dalam sejarah dunia.
d. Jerman
Sampai saat reformasi, ilmu retorika di Jerman tidak dapat
berkembang pesat, karena bangsa Jerman dikuasai kaisar yang otoriter. Reformasi
yang dipimpin Martin Luther mempelopori retorika di Jerman. Kepandaian dan seni
bicara mulai dikembangkan. Damagog terkenal pada zaman ini adalah Adolf Hitler
(1889-1945). Setelah percobaan coup yang gagal pada tahun 1923, sebagai tawanan
ia mengarang buku Mein kampf yang berisi program politiknya. Dalam salah satu
bab ia menuliskan arti pidato. Pidato-pidato Hitler memiliki daya sugesti yang
kuat dan meyakinkan. Selain Hitler tersebut pula Goering dan Joseph Goebbels.
Dia adalah mentri yang menangani bidang propaganda pada zaman Hitler. Goebbles
seorang demagog yang paling brilian. Hal ini dibuktikan tidak saja lewat
pidatonya tetapi juga lewat tulisan-tulisannya.
Sumber : http://coretanmardha.blogspot.com/2012_11_01_archive.html
Posting Komentar