Filsafat dan Logika. Filsafat adalah
studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Sedangkan Istilah Filsat secara
etimologis, berasal dari bahasa Yunani philosophia (philos dan sophia). Philos
memiliki arti kekasih atau sahabat, sedangkan kata sophia memiliki makna
kebijaksanaan atau pengetahuan.
Jadi, secara harfiah philosohia
dapat diartikan sebagai yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.
Menurut Rapar (1996: 14-16) para filsuf pra-Socratik menyebutkan bahwa filsafat
adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas ada dengan
mengandalkan akal budi. Plato, menyebutkan filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, Plato juga
menyebutkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan
asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
Aristoteles—murid Plato—mengatakan
bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari
prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Aristoteles juga
menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari being
as being atau being as such. Sementara itu Rene Descartes mengatakan bahwa
filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya
adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia. Willian James, filsuf dari Amerika
mengatakan bahwa filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk
berpikir yang jelas dan terang. R.F. Beerling, guru besar filsafat Universitas
Indonesia, mengatakan bahwa filsafat berupaya memajukan pertanyaan tentang
kenyataan seluruhnya atau tentang hakikat, asas, dan prinsip dari kenyataan.
Konsep atau gagasan tentang definisi filsafat yang beragam tidak harus
menjadikan kita bingung, akan tetapi justru memperlihatkan kepada kita bahwa
betapa luasnya ruang lingkup filsafat sehingga tidak dibatasi oleh
batasan-batasan yang mempersempit ruang gerak filsafat itu sendiri. Perbedaan
perspektif dalam filsafat justru akan memperkaya wacana filsafat, sedangkan
kesamaan dan kesatuan pikiran atau perspektif dalam filsafat justru akan
mematikan dan mempersempit filsafat dengan sendirinya. Empat hal yang
melahirkan filsafat 1. Ketakjuban 2. Ketidakpuasan 3. Hasrat bertanya 4.
Keraguan Menurut Aristoteles Ketakjuban dianggap sebagai salah satu asal muasal
filsafat. Pada awalnya manusia merasa takjub terhadap hal-hal yang ada disekitarnya,
lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah kepada hal-hal yang lebih luas dan
besar, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang, asal
mula alam semesta, dan seterusnya. Ketakjuban macam ini hakikatnya hanya
mungkin dirasakan dan dimiliki oleh mahluk yang selain memiliki perasaan juga
mempunyai akal budi (rasio). Sebelum lahirnya filsafat, kehidupan manusia
dikuasai dan diatur oleh berbagai macam mitos dan mistis. Berbagai macam mitos
dan mistis tersebut berupaya menjelaskan tentang asal mula dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam alam semesta, yang terjadi dalam
kehidupan manusia sehari-hari. Sayangnya, ternyata penjelasan-penjelasan yang
berasal dari mitos dan mistis tersebut makin lama makin tidak memuaskan
manusia. Ketidakpuasan itu pada nantinya mendorong manusia untuk terus menerus
mencari penjelasan dan keterangan yang lebih meyakinkan bagi dirinya, dan yang
lebih akurat. Dilandasi oleh perasaan ketidakpuasan tadi dan upaya mencari
penjelasan dan keterangan yang lebih pasti cepat atau lambat akan mengantarkan
manusia tersebut kepada pemikiran yang rasional. Konsekuensinya adalah akal
budi akan semakin berperan, dan justru semakin menggeser peran mitos dan mistis
dalam kehidupan manusia. Pada saat rasio telah menghapus peran mitos dan mistis
tadi, maka manusia telah mencapai level berfilsafat. Ketakjuban manusia telah
melahirkan pertanyaan-pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat
pertanyaan-pertanyaan itu tidak kunjung habisnya. Dengan bekal hasrat bertanya
maka kehidupan manusia serta pengetahuan semakin berkembang dan maju. Hasrat
bertanyalah yang mendorong manusia untuk melakukan pengamatan, penelitian,
serta penyelidikan. Ketiga hal tersebut yang menghasilkan pelbagai penemuan
baru yang semakin memperkaya manusia dengan pengetahuan baru yang terus
bertambah. Manusia sendiri ketika mempertanyakan segala sesuatu dengan maksud
untuk memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai hal yang dipertanyakan
tersebut, itu berarti dia sedang mengalami keraguan. Keraguan ini dilandasi
bahwa sesuatu yang dipertanyakan tersebut belum terang dan belum jelas. Karena
itu manusia perlu dan harus bertanya. Manusia bertanya karena masih meragukan
kejelasan dan kebenaran dari apa yang telah diketahuinya. Jadi, dapat kita
lihat bahwa keraguanlah yang ikut serta mendorong manusia untuk bertanya dan
terus bertanya, yang kemudian menggiring manusia untuk berfilsafat. Dengan
terus menerus memiliki hasrat bertanya maka filsafat itu akan tetap ada, dan
akan terus ada. Filsafat akan berhenti pada saat manusia telah berhenti
mempertanyakan segala sesuatu.
Proses Kelahiran Filsafat Filsafat,
sebagai bagian dari kebudayaan manusia yang amat menakjubkan, banyak dipahami
lahir di Yunani dan dikembangkan sejak awal abad ke-6 SM. Para orang-orang
Yunani ketika itu diyakini telah berhasil mengolah berbagai ilmu pengetahuan
menjadi benar-benar rasional dan berkembang pesat. Pemikiran rasional-ilmiah
itulah yang melahirkan filsafat. Para filsuf Yunani pertama, sebenarnya adalah
para ahli matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu pengetahuan
lainnya. Karena itu, pada tahap awal, filsafat mencakup seluruh ilmu
pengetahuan. Para filsuf Yunani pertama tersebut dikenal sebagai filsuf-filsuf
alam. Mereka berpikir tentang alam: apakah inti dari alam, bagaimana
menerangkan tentang bagaimana alam itu bisa ada, dan seterusnya. Dengan
demikian, filsafat yang pertama lahir adalah filsafat alam. Yang perlu dicatat
dari lahirnya filsafat adalah bahwa filsafat telah berani mengajak manusia
untuk meninggalkan cara berpikir yang irasional dan tidak logis. Manusia
kemudian beralih kepada jalan pemikiran yang rasional-ilmiah yang semakin lama
semakin sistematis. Cara berpikir yang rasional-ilmiah itu pula yang
menghasilkan gagasan dan pemikiran yang terbuka untuk diteliti oleh akal budi.
Lebih dari itu, kebenarannya dapat didiskusikan lebih lanjut guna meraih
konsep-konsep baru dan kebenaran-kebenaran baru yang diharapkan lebih sesuai
dengan realitas sesungguhnya. Sifat Dasar Filsafat Berfilsafat artinya berpikir
secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Dan karena berpikir radikal
ia tidak pernah terpaku hanya kepada satu fenomena tertentu. Ia tidak akan
berhenti pada satu jawaban tertentu. Dengan berpikir radikal, filsafat berupaya
untuk menemukan jawaban dari akar permasalahan yang ada. Filsafat berupaya
mencari hakikat yang sesungguhnya dari segala sesuatu. Berpikir radikal bukan
berarti hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikkan segala sesuatu,
melainkan dalam arti berupaya berpikir secara mendalam, untuk mencari akar
persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal justru berupaya memperjelas
realitas, melalui penemuan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri.
Filsafat bukan hanya mengacu kepada bagian tertentu dari realitas, akan tetapi
berupaya mencari keseluruhan. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat
senantiasa berusaha mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas.
Mencari asas berarti berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas.
Dengan menemukan esensi suatu realitas, realitas tersebut dapat diketahui
dengan pasti dan menjadi jelas. Mencari asas adalah salah satu sifat dasar
filsafat. Filsuf pada dasarnya adalah seorang pemburu kebenaran. Kebenaran yang
diburunya merupakan kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal
yang dapat dipersoalkan. Maka dapat dikatakan bahwa berfilsafat artinya memburu
kebenaran tentang segala sesuatu. Yang namanya kebenaran itu sendiri harus bisa
dipertanggungjawabkan. Artinya, kebenaran harus selalu terbuka untuk dipersoalkan
kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti. Dan begitu untuk
seterusnya. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa kebenaran dalam artian
filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, akan tetapi selalu bergerak
dari satu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti. Filsafat muncul
salah satunya disebabkan adanya keraguan. Untuk mengatasi keraguan tersebut
maka dibutuhkan yang namanya kejelasan. Ada filsuf yang mengatakan bahwa
berfilsafat artinya berupaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai
seluruh realitas.
Geisler dan Feinberg (1982: 18-19)
mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafati adalah adanya usaha keras demi
mengapai kejelasan intelektual (intellectual clarity). Berpikir secara radikal,
mencari asas, memburu kebenaran, dan mencari kejelasan tidak mungkin dapat
berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional. Berpikir secara rasional
artinya berpikir secara logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis adalah
bukan sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal
sehat, akan tetapi juga agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan
yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan. Berpikir logis juga
menuntut pemikiran yang sistematis. Pemikiran yang sistematis adalah rangkaian
pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis.
Tanpa disertai pemikiran yang logis-sistematis dan koheren, tidak mungkin
dicapai kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan. Berpikir kritis artinya
menjaga kemauan untuk terus-menerus mengevaluasi argumentasi yang mengklaim
dirinya adalah benar. Seseorang yang berpikiran kritis tidak akan mudah
meyakini suatu kebenaran begitu saja tanpa benar-benar menguji keabsahan
kebenaran tersebut. Cabang-Cabang Filsafat Menurut Achmadi (2000: 13-16) dalam
studi filsafat untuk memahaminya secara baik paling tidak kita harus
mempelajari lima bidang pokok, yaitu: Metafisika, Epistemologi, Logika, Etika,
dan Sejarah Filsafat. Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat suatu
bagian dari persoalan filsafat yang: membicarakan tentang prinsip-prinsip yang
paling universal; membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan (beyond
nature), membicarakan karateristik hal-hal yang sangat mendasar, yang berada di
luar pengalaman manusia (immediate experience); berupaya menyajikan suatu
pandangan yang komprehensif tentang segala sesuatu; membicarakan
persoalan-persoalan seperti: hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan,
wujud tuhan, kehidupan setelah kematian, dan seterusnya. Epistemologi lazimnya
disebut sebagai teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai
sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan. Persoalan epistemologi
(teori pengetahuan) berkaitan erat dengan persoalan metafisika. Bedanya,
persoalan epistemologi berpusat pada apakah yang ada?, yang di dalamnya memuat
tentang: Problem asal pengetahuan (origin), apakah sumber-sumber pengetahuan?
Dari mana pengetahuan yang benar dan bagaimana kita dapat mengetahuinya? Dan
seterusnya. Problem pengetahuan (appearance), apa yang menjadi karakteristik
pengetahuan? Apakah dunia riil di luar akal, apakah ada dapat diketahui?
Problem mencoba kebenaran (verification), apakah pengetahuan kita itu benar?
Bagaimanakah membedakan antara kebenaran dengan kekeliruan? Dan seterusnya. Logika
adalah bidang pengetahuan yang memperlajari segenap asas, aturan, dan tata cara
penalaran yang betul (correct reasoning). Pada mulanya logika sebagai
pengetahuan rasional. Oleh Aristoteles logika disebutnya sebagai analitika,
yang kemudian dikembangkan oleh para ahli Abad Tengah yang disebut logika
tradisional. Mulai akhir abad ke-19 oleh George Boole logika tradisional
dikembangkan menjadi logika modern, sehingga dewasa ini logika telah menjadi
bidang pengetahuan yang amat luas yang tidak lagi semata-mata bersifat
filsafati, tetapi bercorak teknis dan ilmiah. Etika atau filsafat perilaku
sebagai cabang filsafat yang membicarakan “tindakan” manusia, dengan penekanan
yang baik dan yang buruk. Terdapat dua hal permasalahan, yaitu menyangkut
“tindakan” dan “baik-buruk”. Apabila permasalahan jatuh pada “tindakan” maka
etika disebut sebagai filsafat paktis; sedangkan jika jatuh pada “baik-buruk”
maka etika disebut sebagai”filsafat normatif”.
Dalam pemahaman “etika” sebagai
pengetahuan mengenai norma baik-buruk dalam tindakan mempunyai persoalan yang
luas. Etika yang demikian ini mempersoalkan tindakan manusia yang dianggap baik
yang harus dijalankan, dibedakan dengan tindakan buruk/jahat yang dianggap
tidak manusiawi. Sejalan dengan ini, etika berbeda dengan “agama” yang di
dalamnya juga memuat dan memberikan norma baik-buruk dalam tindakan manusia.
Karena etika mengandalkan pada rasio yang lepas dari sumber wahyu agama yang
dijadikan norma dalam agama, dan etika lebih cenderung bersifat analitis
daripada praktis. Sehingga etika adalah ilmu yang bekerja secara rasional.
Sementara dari kalangan non-filsafat, etika sering digunakan sebagai pola
bertindak praktis (etika profesi), misalnya bagaimana menjalankan bisnis yang
bermoral (dalam etika berbisnis). Sejarah filsafat adalah laporan suatu
peristiwa yang berkaitan dengan pemikiran filsafat. Biasanya sejarah filsafat
ini memuat berbagai pemikiran kefilsafatan yang beraneka ragam mulai dari zaman
pra-Yunani hingga zaman modern. Juga, dengan mengetahui pemikiran filsafat para
ahli pikir (filsuf) ini akan didapat berbagai aneka ragam pemikiran dari dahulu
hingga sekarang. Dalam sejarah filsafat akan diketahui pemikiran-pemikiran yang
jenius hingga pemikir tersebut dapat mengubah dunia, yaitu dengan ide-ide atau
gagasan-gagasannya yang cemerlang. Kegunaan Filsafat Ketika filsafat baru
lahir, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
filsafat itu sendiri. Ketika itu para pemikir yang terkenal sebagai filsuf
adalah juga ilmuwan. Para filsuf zaman itu juga merupakan ahli-ahli astronomi,
ilmu bumi, matematika, dan sebagainya. Bagi mereka, ilmu pengetahuan adalah
filsafat dan filsafat adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat telah
membantu manusia membebaskan diri dari cara berpikir yang dikuasai oleh mitos
dan mistis dan beralih kepada cara berpikir yang rasional, luas dan mendalam,
jelas dan sistematis, logis, kritis, dan analitis. Karena itu, ilmu pengetahuan
pun semakin tumbuh dan terus berkembang, dan menjadi dewasa. Kemudian, berbagai
ilmu pengetahuan yang telah mencapai tingkat kedewasaan penuh satu demi satu
mulai mandiri dan meninggalkan filsafat yang selama ini telah mendewasakan
mereka. Itulah sebabnya filsafat disebut sebagai mater scientarum atau induk
segala ilmu pengetahuan.
Filsafat telah berperan dalam
melahirkan, merawat, dan mendewasakan berbagai ilmu pengatahuan yang begitu
berjasa bagi kehidupan manusia. Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti
bahwa filsafat sama sekali tidak ada hubunganya dengan kehidupan sehari-hari
yang konkret. Filsafat pada hakikatnya membantu manusia dalam memahami dan
menjalankan kehidupan mereka sehari-hari dengan menggunakan cara berpikir yang
lebih rasional dan tidak hanya mengandalkan mitos, mistis, atau sekedar intuisi
dan perasaan. Dengan belajar filsafat diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan bertambah pula
cakrawala pemikiran, cakrawala pandangan yang semakin luas. Sehingga akan dapat
membantu penyelesaian masalah yang selalu kita hadapi dengan cara yang lebih
bijaksana. Dasar semua tindakan adalah ide. Sesungguhnya filsafat di dalamnya
memuat ide-ide yang fundamental. Ide-ide itulah yang akan membawa manusia ke
arah suatu kemampuan untuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya,
sehingga manusia akan dapat lebih hidup, lebih tanggap (peka) terhadap diri dan
lingkungannya, lebih sadar terhadap hak dan kewajibannya. Dengan adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kita semakin ditantang dengan
memberikan alternatifnya. Di satu sisi kita dihadapkan dengan kemajuan
teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan sedemikian cepatnya, pergeseran
nilai-nilai, dan pada nantinya manusia semakin jauh dari tata nilai dan
moralitas. Di sisi lainnya, apabila kita tidak berani menghadapi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi konsekuensinya kita akan menjadi manusia yang
terbelakang. Untuk itu kita berusaha mengejar kemajuan dengan segala upaya.
Dengan makin jauhnya kita dari tata nilai dan moralitas, akibatnya banyak
ilmuwan kehilangan bobot kebijaksanaannya. Sehingga apa yang dihasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi bersamaan dengan itu pula manusia kehilangan
pendirian dan dihantui kebingungan dan keraguan (skeptis). Ilmu pengetahuan
yang bersandingan dengan filsafat akan menghasilkan ilmu yang disertai dengan
kebijaksanaan dalam penerapannya dalam kehidupan manusia. Logika Logika adalah
sarana untuk berpikir sistematis ,valid dan dapat dipertanggungjawabkan karena
itu , berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti
setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Aturan cara berpikir yang benar
Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud , dapat
terlaksana. Untuk berpikir baik , benar,logis dialektis, juga dibutuhkan
kondisi-kondisi tertentu :
a. Mencintai kebenaran Sikap ini
sangat pundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini senatiasa
menggerakkan si pemikir untuk mencari,mengusut , meningkatkan mutu berpikir dan
penalarannya. Menggerakkan si pemikir untuk senantiasa mewaspadai ruh – ruh
yang akan menyelewengkannya dari yang benar. Minsalnya menyederhanakan
kenyataan,menyempitkan cakrawala/ perspektif, berpikir
terkotak-kotak,memutlakkan titik berdiri atau suatu profil dan sebagainya.
b. Ketahuilah dengan sadar apa yang
sedang anda kerjakan Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir.
Seluruh aktivitas intlek kita adalah suatu usaha terus menerus mengerjakan
kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran
tetapi bersifat parsial.
c. Ketahuilah dengan sadar apa yang
sedang anda katakan Pikiran diungkapkan kedalam kata-kata.kecermatan pikiran
terungkap kedalam kecermatan kata-kata,karenanya kecermatan ungkapan pikiran
kedalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.
d. Buatlah distingsi (pembeda) dan
pembagian(klasifikasi) yang semestinya Jika ada dua hal yang tidak memiliki
bentuk yang sama , hal itu jelas berbeda .tetapi banyak kejadian di mana dua
hal atau lebih menpunyai bentuk sama,namun tidak identik. Disinilah perlunya
membuat distingsi ,suatu berbedaan.
e. Cintailah difinisi yang tepat
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap
sebagaimana yang di ungkapkan atau yang dimaksud. Karenanya jangan segan
membuat definisi. Difinisi harus diburu hingga tertangkap .Definisi adalah
pembatasan yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.
f. Ketahuilah dengan sadar mengapa
anda menyimpulkan begini atau begitu Ketahuilah mengapa anda berkata begini
atau begitu. Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi – asumsi.imflikasi-imflikasi,dan
dan konsekkuensi-konsekuensi dari suatu penuturan. Pernyatan atau kesimpulan
yang dibuat.
g. Hindarilah kesalahan kesalahan
dengan segala usaha dan tenaga,serta sangguplah mengenali jenis,macam dan nama
kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran(penalaran).
Menurut irving yang dimaksud dengan
logika ialah suatu studi sistematis mengenai metode dan dasar-dasar yang
digunakan untuk memberi perbedaan antara pendapat yang benar dengan pendapat
yang keliru. Logisian melakukan penelitian mengenai hubungan nyata yang terjadi
antara premis dan konklus di dalam suatu argumentasi jalan dengan premis atau
tercantum di dalam premis maka pendapat adalah benar. Logika adalah bidang
pengetahuan yang memperlajari segenap asas, aturan, dan tata cara penalaran
yang betul (correct reasoning). Pada mulanya logika sebagai pengetahuan
rasional. Oleh Aristoteles logika disebutnya sebagai analitika, yang kemudian
dikembangkan oleh para ahli Abad Tengah yang disebut logika tradisional. Mulai
akhir abad ke-19 oleh George Boole logika tradisional dikembangkan menjadi
logika modern, sehingga dewasa ini logika telah menjadi bidang pengetahuan yang
amat luas yang tidak lagi semata-mata bersifat filsafati, tetapi bercorak
teknis dan ilmiah.
Sumber:
http://menarailmuku.blogspot.com/2012/12/pengantar-filsafat-dan-logika.html
http://menarailmuku.blogspot.com/2012/12/pengantar-filsafat-dan-logika.html
Posting Komentar