BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
“Konsumen, bagaimana dengan perkiraan konsumen yang akan membeli
produk kita? Berapa prakiraan konsumen yang akan menggunakan produk ini jika
kita lakukan plan A? bagaimana jika plan B kita terapkan? Apakah ada bentuk
penanggulangan jika plan A maupun plan B tidak berhasil dilaksanakan?” itulah
kalimat-kalimat gundah yang seringkali terdengar di kalangan para pebisnis
maupun wirausahawan yang sedang menapaki ranah perdagangan barang dan jasa
dalam sebuah rapat perencanaan strategis mereka di bidang pemasaran.
Tak diragukan lagi, sasaran dari pebisnis dan wirausahawan
tersebut ialah untuk dapat menjaring konsumen sebanyak-banyaknya agar dapat
menggunakan atau membeli produk mereka.
Berbagai cara telah dilakukan oleh pebisnis dan wirausahawan untuk
dapat menaikkan rating penjualan atas produk mereka, ada sebagian yang berhasil
menarik simpati para konsumen. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang
akhirnya menemukan kegagalan dalam perencanaan strategi marketing mereka dan
terpuruk akibat sedikitnya minat konsumen terhadap produk mereka.
Lalu bagaimana sekarang? permasalahannya ialah, apa yang
menyebabkan mereka menjadi gagal dalam memasarkan produk mereka? Mengapa mereka
bisa gagal?
Jawaban dari pertanyaan diatas merupakan satu pertanyaan lagi yang
memang sudah menjadi pertanyaan klasik di dunia perdagangan barang & jasa.
Pertanyaan tersebut ialah bagaimana cara agar konsumen mau dan tertarik untuk
membeli produk dari para pebisnis maupun wirausahawan tersebut?
Memang terlihat sedikit lucu dikarenakan untuk menjawab sebuah
pertanyaan kita dihadapkan pada pertanyaan lagi. Namun, menurut kami itulah
solusi terbaik yang dapat diambil untuk memecahkan kendala-kendala yang
dihadapi ketika sebuah stategi marketing gagal dijalankan.
Hal inilah yang mendasari kelompok kami untuk melakukan analisa
masalah dalam bentuk makalah terhadap perilaku konsumen di era globalisasi
seperti saat ini.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka kami dapat
mengidentifikasikan masalah yakni sebagai berikut :
- Bagaimana cara memahami perilaku konsumen
tentang pandangannya akan suatu produk yang ada?
- Pendekatan-pendekatan apa saja yang sebaiknya
dilakukan agar kita dapat memahami seluk beluk perilaku konsumen?
1.3.
Maksud & Tujuan
Penulisan
Maksud dan tujuan dari penulisan kami ini ialah untuk mengetahui
kecenderungan perilaku konsumen dalam menyikapi suatu produk dan juga untuk
mengetahui cara dan metode terbaik dalam pemahaman akan perilaku konsumen itu sendiri
sehingga para pebisnis dan juga wirausahawan dapat menerapkan strategi terbaik
dalam pemasaran produk mereka agar diminati oleh konsumen.
BAB II
PERILAKU KONSUMEN
Perilaku konsumen merupakan suatu proses dan aktivitas
ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian,
penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan
keinginan.
Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang
mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga
jual rendah (low involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan
mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high involvement) proses
pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan,
mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel,
2001). perilaku konsumen sendiri dapat di definisikan sebagai interaksi dinamis
dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan
pertukaran aspek hidupnya. Dengan kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang
dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi.
Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan
dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan
tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan
barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau
organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam
mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi yang selalu berubah
dan bergerak sepanjang waktu.
Menurut Handi Irawan, Perilaku Konsumen Indonesia dikategorikan
menjadi sepuluh, yaitu :
1.
Berpikir jangka pendek (short term perspective), ternyata sebagian
besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak
berpikir jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba
instant.
Contoh :
Salah satunya adalah ketika konsumen melihat sebuah iklan susu
diet yang menjanjikan hasil yang diinginkan dalam jangka waktu yang singkat,sehingga
konsumen yang berpikr jangka pendek akan memilih produk tersebtu di bandingkan
dengan diet alami dan sehat (tanpa mengkonsumsi susu tersebut)
2.
Tidak terencana (dominated by unplanned behavior). Hal ini
tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatan
menarik (tanpa perencanaan sebelumnnya).
Contoh:
Contohnya yaitu,konsumen melihat suatu produk
dan membelinya padahal sebelumnya tidak ada keinginan dan rencana untuk membeli produk tersebut,karena ia
melihat bahwa produk tersebut menarik dan unik
3.
Suka berkumpul.
Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah
satu indicator terkini adalah situs social networking seperti Facebook dan
Twitter sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.
Contoh :
Sebagai contoh,Indah sering berkumpul dengan teman-temannya dan
mereka saling bertukar informasi mengenai produk-produk kecantikan yang dapat
memberikan efek positif,sehingga dengan kegiatan berkumpul tersebut mereka
sharing mengenai harga,kualitas dan dampak yang di berikan dari produk
tersebut.
4. Gagap teknologi (not adaptive to high technology). Sebagian besar konsumen
Indonesia tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna
biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan pengguna lain.
Contoh :
Sebagai contoh yaitu seseorang yang membeli sebuah smartphone,tapi
ia tak mengetahui cara menggunakan fitur-fitur yang tersedia di smartphone tersebut,ia hanya melihat produk
tersebut dari modelnya saja tetapi tidak mengetahui cara menggunakannya.
5. Berorientasi pada konteks (context, not content oriented). Konsumen kita
cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan
begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang
hal itu sendiri.
Contoh :
Sebagai contoh yaitu dimana seorang konsumen memilih dan membeli
barang dengan melihat tampilannya saja tanpa memikirkan kualitas dari produk
tersebut,asalkan tampilan dari produk tersebut menarik dan keren,maka ia
akanmemilihna tanpa mempertimbangkan kualitas dan isi dari produk tersebut
6. Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect). Sebagian konsumen
Indonesia juga lebih menyukai produk luar negeri daripada produk dalam negeri,
karna bias dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di Indonesia
Contoh :
Ini merupakan sifat buruk dari konsumen masyarakat
Indonesia,dimana masyarakat Indonesia merupakan konsumen terbesar dari
banyaknya perusahaan-perusaahaan yang menawarkan produk mereka,konsumen
Indonesia menyukai produkluar negeri karena dalam mind set mereka bahwa
produkluar negeri itu lebih berkualitas ketimbang dengan produk dalam
negeri,seperti konsumen Indonesia lebih memilih sepatu buatan italia ketimbang
dari buatan Indonesia sendiri.
7. Beragama(religious). Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama.
Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran
agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang
tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang
mengusung simbol-simbol agama.
Contoh :
Sebagai contoh dimana jika suatu perusahaan dibidang makanan dan
mereka memberikan label “halal” pada produknya maka otomatis konsumen akan
memilih produk tersebut karena sudah di berikan label sah dari MUI,dan contoh
lain ketika produk tersebut di buatkan iklan dan iklan tersebut di bintangi
oleh Ulama-ulama terkenal maka konsumen akan beranggapan bahwa produk itu pasti
bagus.
8. Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat
getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum
waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap
laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi
Irawan D,ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi. Konsumen Indonesia suka
bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih
melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi
“pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita mengukur
kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
Contoh :
Sebagai Contoh Seorang konsumen membeli produk Apple ketimbang
Produk dari Samsung,ia memilih Apple karena Apple lebih terkenal dan trend
dibandingkan dengan Samsung,dengan memilih Apple ia tidak akan merasa gengsi
dengan teman-temannya karena sudah menggunakan Apple yang notabene merupakan
produk unggulan dan terkenal
9. Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi
dan menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya
ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku
yang lain.
Contoh :
Sebagai contoh seorang konsumen Indonesia tetap cinta terhadap
batik,karena batik merupakan khas Indonesia,sekalipun banyak produk-produk
pakaian dari luar negeri,ternyata batik masih menjadi idola bagi kalangan
masyrakat Indonesia.
10. Kurang peduli lingkungan (low
consciousness towards environment). Salah satu karakter konsumen Indonesia yang
unik adalah kekurang pedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika
melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin
meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan begitu pula dengan
kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Lagi
pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan lebih
mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.
Contoh :
Sebagai contoh konsumen Indonesia tidak memperdulikan efek
negative dari barang yang ia beli,dimana ketika barang tersebut tidak di
gunakan lagi,ada kemungkinan barang
tersebut tidak bisa lagi di daur ulang,atau ketika barang tersebut ingin di
musnahkan dengan cara di bakar maka akanmenimbulkan polusi karena barang tersebut miliki unsur kimiawi.
A.
PENDEKATAN PERILAKU
KONSUMEN
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam
pendekatan yaitu:
1.
Pendekatan nilai guna
(Utility) Kardinal
2.
Pendekatan nilai guna
Ordinal
Pendekatan nilai guna
(Utility) Kardinal
Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal atau sering disebut
dengan teori nilai subyektif : dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh
seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitif / dapat diukur, dimana
keseimbangan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan atas konsumsi berbagai macam
barang, dilihat dari seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk membeli unit
tambahan dari berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang
sama besarnya. Oleh karena itu keseimbangan konsumen dapat dicari dengan
pendekatan kuantitatif.
- Kepuasan seorang
konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dengan satuan kepuasan.
Misalnya: mata uang.
- Setiap tambahan satu
unit barang yang dikonsumsi akan menambah kepuasan yang diperoleh konsumen
tersebut dalam jumlah tertentu.
Kepuasan marginal
(marginal utility). Tambahan kepuasan yang diperoleh dari penambahan jumlah
barang yang dikonsumsi. Hukum tambahan kepuasan yang semakin menurun (The Law
of Diminishing Marginal Utility). Besarnya kepuasan marginal akan selalu
menurun dengan bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi secara terus menerus.
Pendekatan nilai guna ordinal
Pendekatan nilai guna
ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva indeference : manfaat yang
diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak kuantitif / tidak
dapat diukur. Pendakatan ini muncul karena adanya keterbatasan - keterbatasan
yang ada pada pendekatan cardinal, meskipun bukan berarti pendekatan cardinal
tidak memiliki kelebihan.
Kelemahan pendekatan ordinal
Kepuasan konsumen dari
mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya
pengukuran semacam ini sulit dilakukan.
Persamaan kardinal dan ordinal
Persamaan cardinal dan
ordinal yaitu sama-sama menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi
barang-barang yang harganya tertentu dengan pendapatan konsumen yang tertentu
pula agar konsumen mencapai tujuannya (maximum utility).
Perbedaan kardinal dan
ordinal
nilai guna (Utility) Kardinal
menganggap bahwa besarnya utility dapat dinyatakan dalam bilangan/angka.
Sedangkan analisis ordinal besarnya utility dapat dinyatakan dalam bilangan /
angka.
Analisis cardinal mengunakan alat analisis yang dinamakan marginal
utiliy(pendekatan marginal). Sedangkan analisis ordinal menggunakan analisis
indifferent curve atau kurva kepuasan sama
·
Analisis cardinal
mengunakan alat analisis yang dinamakan marginal utiliy(pendekatan marginal).
Sedangkan analisis ordinal menggunakan analisis indifferent curve atau kurva
kepuasan sama.
B.
KONSEP ELASTISITAS
Dalam
ilmu ekonomi, elastisitas adalah perbandingan perubahan proporsional dari sebuah
variabel dengan perubahan variable lainnya. Dengan kata lain, elastisitas
mengukur seberapa besar besar kepekaan atau reaksi konsumen terhadap perubahan
harga. Elastisitas juga merupakan salah satu konsep penting untuk
memahami beragam permasalahan di bidang
ekonomi. Konsep elastisitas sering dipakai sebagai dasar analisis ekonomi, seperti dalam menganalisis permintaan, penawaran,
penerimaan pajak, maupun distribusi
kemakmuran.
· Elastisitas Harga
Permintaan (Price Elasticity of Demand) adalah tingkat perubahan permintaan
terhadap barang/jasa, yang diakibatkan perubahan harga barang/jasa tersebut.
Besar atau kecilnya tingkat perubahan tersebut dapat diukur dengan angka-angka
yang disebut koefisien elastisitas.
· Elastisitas Silang
(Cross Elasticity) menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang diminta
terhadap perubahan harga barang lain yang mempunyai hubungan dengan barang
tersebut. Hubungan tersebut dapat bersifat pengganti, dapat pula bersifat
pelengkap. Terdapat tiga macam respons prubahan permintaan suatu barang.
1.
Elastisitas silang
positif
Peningkatan harga barang A menyebabkan peningkatan jumlah
permintaan barang B. Sebagai contoh, peningkatan harga kopi meningkatkan permintaan
terhadap teh. Kopi dan teh merupakan dua barang yang dapat saling menggantikan
(barang substitutif).
2. Elastisitas silang
negatif
Peningkatan harga barang A mengakibatkan turunnya permintaan
barang B. Sebagai contoh, peningkatan harga bensin mengakibatkan penurunan
permintaan terhadap kendaraan bermotor. Kedua barang tersebut bersifat
komplementer (pelengkap).
3. Elastisitas silang nol
Peningkatan harga barang A tidak akan mengakibatkan perubahan
permintaan barang B. Dalam kaus semacam ini, kedua macam barang tidak saling
berkaitan. Sebagai contoh, kenaikan harga kopi tidak akan berpengaruh terhadap
permintaan kendaraan bermotor.
· Elastisitas pendapatan
Elastisitas pendapatan adalah suatu perubahan
(peningkatan/penurunan) daripada pendapatan konsumer yang akan berpengaruh
terhadap permintaan berbagai barang, besarnya pengaruh perubahan tersebut
diukur dengan apa yang di sebut elistisitas pendapatan
CONTOH KASUS
Sebagai contoh kasus, dalam diskusi kali ini kelompok kami akan
mengangkat tema tentang blackberry vs android sebagai acuan (contoh nyata)
konsumenisme di masyarakat.
Alasan mengapa kami mengangkat tema ini adalah karena melihat dari
sisi melonjaknya permintaan terhadap sebuah alat komunikasi yang bersangkutan
dengan persaingan pemasaran. Tidak dipungkiri memang kedua produk tersebut
adalah produk yang sedang booming di masyarakat terutama pada kalangan remaja. Terdapat beberapa
perbandingan yang signifikan, mungkin baik di sisi aplikasi maupun sisi
kelebihannya untuk membantu proses kegiatan berkomunikasi dengan orang di
seluruh penjuru dunia.
Produk Blackberry
Peminat ponsel Blackberry memang sekarang sedang
tinggi-tingginya. Produk asal Kanada ini
memang terbukti ampuh dalam merebut pasar dunia. Di Indonesia pun ponsel merek ini mampu membuat trend
di kalangan masyarakat. Dari kalangan artis, pejabat, bahkan masyarakat biasa
pun banyak menjadi pengguna ponsel Blackberry.
Tapi dari begitu populernya Blackberry di
mata masyarakat, apakah anda tahu kelebihan dan kekurangan ponsel Blackberry? Untuk itu kami ingin menjelaskan apa sebenarnya kelebihan Blackberry dan apa Kelemahannya. Agar kita tidak
hanya mengikuti arus, namun biarlah kebutuhan menjadi pertimbangan dalam
memutuskan apakah Blackberry benar-benar menjadi kebutuhan dan solusi bagi
anda.
Produk android
Hadirnya ponsel android di Indonesia
mampu menarik banyak minat masyarakat khususnya dikalangan remaja untuk
berbondong-bondong mencoba produk baru ini. Karena banyaknya aplikasi di
android yang menawarkan sesuatu yang berbeda di banding produk sebelumnya.
Biasanya produk ini dipakai oleh kalangan gamers. Android membuat gebrakan baru
dengan banyaknya versi dan penambahan aplikasi yang semakin canggih dan
diminati. Produk ini diperkirakan bisa di sejajarkan dengan aplikasi yang
terdapat di dalam produk Blackberry.
Keunggulan dan kelemahan Blackberry dan
Android
1.
Performance
Blackberry : Cepat dan stabil. Namun terkadang sering terjadi
phone-hang yang mengharuskan Anda mengeluarkan baterai dari tempatnya dan yang
paling merepotkan adalah proses re-boot yang menghabiskan waktu sekitar 3-8
menit.
Android: Sangat cepat. Belum ada keluhan tentang phone-hang yang
mengharuskan baterai di keluar secara paksa dari tempatnya, kecuali jika
menggganti SIM card. Proses re-boot berlangsung cepat.
2. Baterai
Blackberry : Umur baterai BB memang luar biasa. Ya, wajar saja
karena BB tidak banyak melakukan proses berbagai aplikasi seperti pada Android.
Android : Tergolong boros, terkadang bisa sampai satu hari. Namun
harus diingat bahwa ponsel Android memakai baterai untuk banyak hal. Contohnya
jika Anda memakai ponsel Android untuk browsing web atau melihat video sampai
dengan 1 jam, pastinya membutuhkan daya baterai lebih. Dan, bisakah BlackBerry
melakukan hal yang sama selama itu?
3. Email
Blackberry : Email pada BB memang menjadi andalan RIM. Gmail pada
BB pun telah dioptimalkan fungsinya, tapi tentu saja tidak sebaik pada Android.
Android : Apa yang Anda ragukan dari Gmail buatan Google yang
dijalankan pada Android yang juga buatan Google?
4. User Interface (UI)
Blackberry : Membosankan.
Android : Anda bahkan tidak akan merasa lelah untuk menjelajah
setiap sudut ponsel Android. Dijamin.
5. Web Browsing
Blackberry : Sangat melelahkan karena Anda harus mengakui itu.
Android : Disinilah letak kelebihan Android. Android menjadi
pemenang jika dibandingkan dengan semua mobile OS. Jika membandingkan web
browsing pada Android dengan Blackberry, seperti siang dan malam saja. Jauh
berbeda.
6. Aplikasi
Blackberry : Blackberry memang memiliki segudang aplikasi, tapi di
saat yang sama iPhone juga semakin jauh meninggalkan Blackberry. Jadi lebih
baik melihat apa yang bisa dilakukan Blackberry untuk menyusul
ketertinggalannya di belakang iPhone OS dan Android.
Android : Semakin banyak aplikasi yang dulunya hanya ada di iOS,
kini sudah ada versi Android-nya. Pesaing sebenarnya dari Android adalah
iPhone, bukan Blackberry
Dari contoh kasus diatas bahwa kasus tersebut masuk dalam kategori
“gengsi” dan “Suka buatan luar negeri” dimana rata-rata konsumen Indonesia
sangat-sangat menyukai produk luar negeri,seperti contoh di atas,kedua produk
tersebut merupakan buatan luar negeri dan menjadi produk favorite di Negara
kita sendiri,konsumen Indonesia tidak mempertimbangkan apakah produk tersebut dapat
terjamin kualitasnya atau tidak karena dalam mind set mereka bahwa kedua produk
tersebut yang menjadi unggulan.begitu pula dengan rasa “gengsi” mereka terhadap
suatu barang,ketika produk Blackberry lebih di favoritkan ketimbang
Samsung,maka konsumen Indonesia akan banyak menggunakan produk dari Blackberry
ketimbang Samsung atau android karena rasa “gengsi” mereka.dengan ,menggunakan
produk yang lebih favorite maka ia tidak akan gengsi dengan teman-temannya yang
lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas
ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian,
penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan
keinginan.
Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang
mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga
jual rendah (low involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan
mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high involvement) proses
pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Perilaku konsumen sendiri dapat di definisikan sebagai interaksi
dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia
melakuk.an pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen
mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan
saat proses konsumsi
DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
Mangkoesoebroto,
Guritno, 1993, ”Ekonomi Publik,” Yogyakarta: BPFE
Rosen, Harvey S., 1999,
”Public Finance,” 5th ed, United States: McGraw-Hill Companies
Sudarman, Ari, 2000,
”Teori Ekonomi Mikro,” Buku 1, Yogyakarta: BPFE
Posting Komentar