Halo, selamat malam teman - teman dan pengunjung setia communication corner. Sehubungan dengan tugas final mata kuliah desain grafis animasi, dimana setiap kelompok harus membuat satu project maka kelompok satu juga akan membuat satu animasi sebagai tugas final nanti.
Dibawah ini sudah ada beberapa ide dari teman - teman kelompok satu, dimana salah satu ide nantinya akan direalisasikan menjadi animasi.
Menurut kalian yang mana yang paling bagus untuk dijadikan project animasi final ? Ide dari teman - teman yang lain juga masih ditunggu. Feel free to leave a comment :)
Dibawah ini sudah ada beberapa ide dari teman - teman kelompok satu, dimana salah satu ide nantinya akan direalisasikan menjadi animasi.
Menurut kalian yang mana yang paling bagus untuk dijadikan project animasi final ? Ide dari teman - teman yang lain juga masih ditunggu. Feel free to leave a comment :)
Film animasi
adalah salah satu bagian paling menarik dalam dunia perfilman. Hanya di
dalam film animasilah seorang produser bisa mengemukakan skenario yang
tak mungkin di peragakan oleh manusia. Hanya di dalam film animasilah
hewan yang sudah hancur lebur bisa hidup kembali (Tom and Jerry).
Sejak Walt Disney menemukan
prinsip pembuatan film animasi tanpa suara pada awal abad 20, hingga
kini sudah tercipta ribuan bahkan jutaan film animasi. Dan untuk
mengapresiasikan penghargaan dunia perfilman, Entertainment Weekly telah
menyusun daftar 10 film animasi terbaik sepanjang masa.
Berikut adalah 10 fil terbaik sepanjang masa versi Entertainment Weekly :
10. ‘Coraline’ (2009)
9. ‘Bambi’ (1942)
8. ‘Toy Story 2’ (1999)
7. ‘The Incredibles’ (2004)
6. ‘Beauty and the Beast’ (1991)
5. ‘Persepolis’ (2007)
4. ‘The Lion King’ (1994)
3. ‘Up’ (2009)
2. ‘Spirited Away’ (2001)
1. ‘WALL-E’ (2008)
sumber : http://andihendra.com/beritahu-saya-yah%E2%80%A6/10-film-animasi-terbaik-sepanjang-masa/
Kemudahan yang ditawarkan oleh aplikasi Macromedia Flash(yang telah diakuisisi Adobe) membawa dampak dan perubahan pada bidang animasi dan multimedia. Jika sebelumnya animasi (terutama animasi klasik 2D) sering diidentikkan dengan metode produksi yang rumit dan berbiaya tinggi serta membutuhkan keahliaan khusus (terutama dalam menganimasikannya) maka pasca aplikasi Flash menjadi sesuatu yang lebih mudah dan murah.
Kemudahan yang ditawarkan aplikasi Flash (terutama terobosannya melalui action script, yang memungkinkan membuat animasi berdasarkan skrip –dengan mengetikkan perintah dan tidak dengan cara menggambar, serta kemampuan menggunakan template serta ‘mengedit’ dari skrip yang sudah ada) serta konektivitasnya dengan dunia maya menjadikan creator dan animator dengan segera membuat sebuah animasi serta ‘mempromosikan’ karyanya secara murah dengan jangkauan internasional via internet. Kemudahan-kemudahan ini juga kemudian bergeser pada hal yang lain lagi: pentingnya content yang membangun sebuah animasi. Beberapa karya animasi boleh jadi memiliki penampilan visual yang serupa, sehingga karya dengan content yang kuat akan segera tampil beda dibandingkan yang lainnya.
Pentingnya content di sini juga perlu disikapi secara bijak dan hati-hati. Karena terkadang kekuatan sebuah content seolah-olah mampu mem”brand’kan sebuah studio sehingga menempatkannya dalam posisi yang serba salah. Misalkan jika kita menilik terhadap apa yang terjadi pada studio Disney. Keberhasilan yang diperoleh Disney dari beragam fitur animasi yang mereka hasilkan membuat orientasi perusahaan makin menjadi profit oriented. Hal ini menjadi menyulitkan saat animasi (terutama animasi klasik) yang tadinya menjadi fitur unggulan mereka mulai sulit menemukan pasar yang bagus. ‘Branding’ film-film Disney adalah film untuk anak-anak, sedangkan pasar mulai terbuka pada film animasi dengan tema yang lebih berat, kompleks dan realistik. Dan saat Disney juga mencoba merambah film animasi yang masuk kategori remaja dan dewasa, film yang dihasilkan menuai kritik karena tidak dianggap sebagai film produksi Disney yang telah lekat kuat imaji anak-anaknya.
‘Perang’ antara film-film produksi Disney dengan Studio Ghibli(yang direlasikan antara perwakilan modernisme dan postmodernisme), jika dilihat maka apa yang ditampilkan oleh Studio Ghibli sendiri banyak beranjak dari pendekatan yang sama dengan Disney. Hanya saja, Studio Ghibli masih mampu memasukkan idealisme serta prinsip arts as tools dalam karya-karya mereka. Bisa dibilang setiap film yang dihasilkan Studio Ghibli merupakan ekspresi visi dan totalitas dari tiap sutradaranya. Karena berangkat dengan pendekatan seperti ini, maka cakupan tema yang digarap lebih meluas. Sehingga lingkup target audience yang dapat mereka rangkul lebih banyak.
Mekipun dalam beberapa hal Disney seolah-olah merepresentasikan modernisme dengan segala ‘kekurangannya’ (sangat komersial, cerita standar –good vs evil), tetapi di sini ada peran dan kekuatan American Cultureyang membuat kondisi yang dialami Disney seolah luput dari kritik. Karena ada ‘kejumawaan’ khas Amerika yang seakan-akan selalu memiliki dan menghasilkan produk-produk terbaik.
Kembali pada kehidupan Postmodernisme, maka jika prinsip postmodernisme itu coba untuk divisualkan akan berbentuk garis mendatar (pada sumbu X dan Z), berbeda dengan modernisme yang menjulang tinggi pada sumbu Y, atau siklus alam (nature) yang berputar dan kembali pada satu titik awal yang juga sekaligus akhir.
Model dari modernisme menyebabkan gerakan satu arah menuju ke atas, dengan satu langkah akan dibangun dari pondasi langkah sebelumnya. Sedangkan postmodernisme, meskipun juga berwujud garis mendatar, berada dalam posisi yang horizontal. Hal ini memungkinkan gerakan yang maju mundur, ke depan dan belakang, kiri dan kanan, secara bebas. Menggambarkan kondisi era postmodernisme yang seakan tanpa batasan (no boundaries, no limitation), dimana kita bisa seakan bergerak bebas sesuai kebutuhan. Misalkan dalam sebuah pencarian pengetahuan ada dasar yang harus kita kuasai terlebih dahulu, maka kita dapat berpindah ke belakang untuk mengisi bagian ‘berlubang’ tersebut, untuk kemudian setelah selesai dapat segera melompat ke depan kembali. Seakan ‘bepergian’ ke masa lalu, kini dan masa depan dapat dilakukan tanpa masalah.
Kondisi seperti ini tentunya sangat mempengaruhi profesi sebagai desainer, khususnya desainer profesional. Desainer profesional harus mampu berpikir jauh ke depan (think ahead of time), mampu merefleksikan keberadaan tempat dan waktu mereka melalui elemen-elemen visual. Dengan ‘kualifikasi’ seperti ini, maka seorang desainer harus memiliki pengetahuan dan kewaspadaan terhadap banyak hal, terutama kesadaran pada tempat dan waktu dia berpijak. Penting untuk bisa mengembangkan semacam daftar yang harus selalu diupdate (forever updated list) berdasarkan perkembangan yang terjadi di sekitarnya. Karena ini menjadi landasan untuk bisa selalu tahu apa yang paling penting untuk bisa menyampaikan atau mengatakan suatu pesan.
Perkembangan teknologi tinggi juga membuat ‘revolusi’ dalam desain itu sendiri, terutama dalam target sasaran dan aplikasinya. Desain saat ini makin menjadi sangat personal, dimana pengguna seakan bisa meminta desain yang spesifik (customized design) hanya untuk dirinya sendiri. Teknologi pada bidang percetakan misalnya telah mampu mengakomodir kebutuhan pencetakan pada beragam permukaan dan ukuran, dengan kualitas baik dan harga yang terjangkau, yang pada ujungnya membuat spesifik desain tadi menjadi mungkin. Terutama jika kebutuhan pada desain yang personal ini dipicu pada keinginan untuk bisa beda dari yang lain, to be stand out from others.
Perkembangan lainnya adalah makin baurnya profesi-profesi yang ada, terutama yang berada dalam satu konteks yang sama, misalkan dalam bidang desain. Kerjasama antar disiplin ilmu seolah-olah membaurkan profesi antara desainer interior, produk atau komunikasi visual. Karena hal yang akhirnya menjadi penting adalah muatan dari produk desain itu sendiri.
Bagaimana kita bisa menghasilkan desain yang baik berdasarkan kolaborasi-kolaborasi tadi menjadi satu titik balik yang bisa merubah kondisi/peta dunia, terutama dalam kaitan siapa yang menjadi pelopornya. Stigma yang ada adalah negara-negara maju dan kaya merupakan kreator, yang mampu menghasilkan produk-produk handal bagi kebutuhan masyarakat dunia, ‘menyisakan’ negara-negara miskin sebagai pengguna produk dan teknologi second hand yang sebelumnya telah habis dieksploitasi negara-negara kaya. Saat ini juga mulai terjadi pergeseran dari produk dan teknologi terbaru yang tadinya seolah menjadi ‘milik’ negara, menjadi milik perusahaan/company.
Lalu bagaimana dengan kaitan pada desain multimedia dan animasi dengan perkembangan yang terjadi di era post-modernisme ini?
Untuk bisa merambah dan mengeksplorasi dunia multimedia dan animasi, penting untuk kembali pada dasarnya terlebih dahulu. Seperti kembali pada pemahaman kita terhadap definisi, sejarah serta penggunaan multimedia. Bagaimana kita dapat menggunakan perpaduan antara beragam visual elemen seperti tipografi, fotografi, audio dan video ke dalam teknik dan cara penulisan (writing), menstrukturkan informasi dan cerita yang ingin kita sampaikan (structuring), bagaimana kita menyampaikan informasi tadi (publishing) serta mengolahnya dalam materi yang interaktif (interactive materials).
Keberhasilan kita membuat sebuah desain multimedia dan animasi yang baik akan bergantung pada kualitas ide (quality of ideas) yang menjadi titik berangkat kita. Saat ini, originalitas bukan menjadi satu hal yang penting. Kadang bagaimana kita mampu mereka ulang ide (how to reuse ideas) menjadi faktor penentu pula. Dan yang penting adalah ide yang kita sampaikan haruslah unik, dan mampu membuat keterkejutan bagi siapapun pemirsa kita.
Dalam animasi pun kita juga akan berangkat dari hal-hal yang mendasar: prinsip-prinsip animasi, struktur dan naratif: bagaimana kita mengontrol informasi yang akan kita sampaikan, membangun perkembangan produksi secara simultan dan berkelanjutan, proses storyboarding untuk menata dan mengorganisasikan content/isi, serta pada unsure interface dan pertimbangan lay out: bagaimana pemirsa akan mengakses informasi yang kita tampilkan.
Perkembangan era terakhir menempatkan kita pada era pasca desain postmodernisme: cyber design. Jika kita merunut dari era desain modern yang bercirikan adanya standarisasi (scientific rational), lekat dengan paham Bauhaus, desain dengan titik berat untuk fungsi (design for function), sangat komersil dengan desain untuk produksi massal –dan memunculkan golongan baru: konsumer yang dulunya merupakan golongan pekerja-, serta desain-desain yang berbentuk hardware, disusul desain post-modernisme yang seakan merupakan anti-modernisme dengan prinsip desain yang lebih emosional dan personal, terpengaruh gerakan dari “Memphis” Group di era 1980-an yang memungkinkan desain tanpa fungsi atau dekorasi (non sense making), maka bagaimana dengan era cyber design?
Cyber design kerap diidentikkan dengan dunia digital, informasi dan virtual reality yang banyak dibangun dengan elemen-elemen multimedia. Pertukaran informasi yang begitu cepat dan mudah di era ini tentunya mendorong kreasi-kreasi desain yang baru dan fresh, terlebih didorong pentingnya kolaborasi antar desainer itu sendiri.
Satu studi kasus menarik adalah dengan kemudahan akses informasi, seorang yang berada di Korea dan belum pernah menginjakkan kakinya sedikitpun di Bali, bisa saja melakukan riset melalui jaringan internet, lalu membangun situs informasi tentang Bali (tentunya dengan sudut pandangnya sendiri). Hal ini tentu saja dimungkinkan, karena siapapun bisa melakukan apa saja. Tentu saja, akan ada persepsi yang bias, karena apa yang ditampilkan orang Korea ini hanya berdasarkan persepsi dia terhadap Bali. Jika kemudian orang ini berkolaborasi dengan orang lain yang pernah pergi ke Bali (atau bahkan orang Balinya sendiri) maka kedua belah pihak akan sama-sama mendapatkan hal-hal dan sudut pandang yang baru dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini akan sangat memungkinkan untuk menghasilkan desain/informasi yang sama sekali baru tentang Bali.
Sebuah desain akan memiliki lebih dari satu fungsi, terutama jika fungsi tadi sangat terkait dengan unsure kesenangan (fun). Hal yang menarik adalah konsep visible-invisible yang bisa jadi menjadi patokan desain di era cyber design ini. Bagaimana menghasilkan suatu desain (baik multimedia maupun animasi) yang bisa saja terlihat begitu sederhana dan kompak, tetapi ternyata memiliki beragam kemampuan yang sebelumnya tidak terlihat. Sesuatu yang terlihat (visible) dan ternyata memiliki banyak hal-hal tidak terlihat (invisible).
Kemudahan yang ditawarkan aplikasi Flash (terutama terobosannya melalui action script, yang memungkinkan membuat animasi berdasarkan skrip –dengan mengetikkan perintah dan tidak dengan cara menggambar, serta kemampuan menggunakan template serta ‘mengedit’ dari skrip yang sudah ada) serta konektivitasnya dengan dunia maya menjadikan creator dan animator dengan segera membuat sebuah animasi serta ‘mempromosikan’ karyanya secara murah dengan jangkauan internasional via internet. Kemudahan-kemudahan ini juga kemudian bergeser pada hal yang lain lagi: pentingnya content yang membangun sebuah animasi. Beberapa karya animasi boleh jadi memiliki penampilan visual yang serupa, sehingga karya dengan content yang kuat akan segera tampil beda dibandingkan yang lainnya.
Pentingnya content di sini juga perlu disikapi secara bijak dan hati-hati. Karena terkadang kekuatan sebuah content seolah-olah mampu mem”brand’kan sebuah studio sehingga menempatkannya dalam posisi yang serba salah. Misalkan jika kita menilik terhadap apa yang terjadi pada studio Disney. Keberhasilan yang diperoleh Disney dari beragam fitur animasi yang mereka hasilkan membuat orientasi perusahaan makin menjadi profit oriented. Hal ini menjadi menyulitkan saat animasi (terutama animasi klasik) yang tadinya menjadi fitur unggulan mereka mulai sulit menemukan pasar yang bagus. ‘Branding’ film-film Disney adalah film untuk anak-anak, sedangkan pasar mulai terbuka pada film animasi dengan tema yang lebih berat, kompleks dan realistik. Dan saat Disney juga mencoba merambah film animasi yang masuk kategori remaja dan dewasa, film yang dihasilkan menuai kritik karena tidak dianggap sebagai film produksi Disney yang telah lekat kuat imaji anak-anaknya.
‘Perang’ antara film-film produksi Disney dengan Studio Ghibli(yang direlasikan antara perwakilan modernisme dan postmodernisme), jika dilihat maka apa yang ditampilkan oleh Studio Ghibli sendiri banyak beranjak dari pendekatan yang sama dengan Disney. Hanya saja, Studio Ghibli masih mampu memasukkan idealisme serta prinsip arts as tools dalam karya-karya mereka. Bisa dibilang setiap film yang dihasilkan Studio Ghibli merupakan ekspresi visi dan totalitas dari tiap sutradaranya. Karena berangkat dengan pendekatan seperti ini, maka cakupan tema yang digarap lebih meluas. Sehingga lingkup target audience yang dapat mereka rangkul lebih banyak.
Mekipun dalam beberapa hal Disney seolah-olah merepresentasikan modernisme dengan segala ‘kekurangannya’ (sangat komersial, cerita standar –good vs evil), tetapi di sini ada peran dan kekuatan American Cultureyang membuat kondisi yang dialami Disney seolah luput dari kritik. Karena ada ‘kejumawaan’ khas Amerika yang seakan-akan selalu memiliki dan menghasilkan produk-produk terbaik.
Kembali pada kehidupan Postmodernisme, maka jika prinsip postmodernisme itu coba untuk divisualkan akan berbentuk garis mendatar (pada sumbu X dan Z), berbeda dengan modernisme yang menjulang tinggi pada sumbu Y, atau siklus alam (nature) yang berputar dan kembali pada satu titik awal yang juga sekaligus akhir.
Model dari modernisme menyebabkan gerakan satu arah menuju ke atas, dengan satu langkah akan dibangun dari pondasi langkah sebelumnya. Sedangkan postmodernisme, meskipun juga berwujud garis mendatar, berada dalam posisi yang horizontal. Hal ini memungkinkan gerakan yang maju mundur, ke depan dan belakang, kiri dan kanan, secara bebas. Menggambarkan kondisi era postmodernisme yang seakan tanpa batasan (no boundaries, no limitation), dimana kita bisa seakan bergerak bebas sesuai kebutuhan. Misalkan dalam sebuah pencarian pengetahuan ada dasar yang harus kita kuasai terlebih dahulu, maka kita dapat berpindah ke belakang untuk mengisi bagian ‘berlubang’ tersebut, untuk kemudian setelah selesai dapat segera melompat ke depan kembali. Seakan ‘bepergian’ ke masa lalu, kini dan masa depan dapat dilakukan tanpa masalah.
Kondisi seperti ini tentunya sangat mempengaruhi profesi sebagai desainer, khususnya desainer profesional. Desainer profesional harus mampu berpikir jauh ke depan (think ahead of time), mampu merefleksikan keberadaan tempat dan waktu mereka melalui elemen-elemen visual. Dengan ‘kualifikasi’ seperti ini, maka seorang desainer harus memiliki pengetahuan dan kewaspadaan terhadap banyak hal, terutama kesadaran pada tempat dan waktu dia berpijak. Penting untuk bisa mengembangkan semacam daftar yang harus selalu diupdate (forever updated list) berdasarkan perkembangan yang terjadi di sekitarnya. Karena ini menjadi landasan untuk bisa selalu tahu apa yang paling penting untuk bisa menyampaikan atau mengatakan suatu pesan.
Perkembangan teknologi tinggi juga membuat ‘revolusi’ dalam desain itu sendiri, terutama dalam target sasaran dan aplikasinya. Desain saat ini makin menjadi sangat personal, dimana pengguna seakan bisa meminta desain yang spesifik (customized design) hanya untuk dirinya sendiri. Teknologi pada bidang percetakan misalnya telah mampu mengakomodir kebutuhan pencetakan pada beragam permukaan dan ukuran, dengan kualitas baik dan harga yang terjangkau, yang pada ujungnya membuat spesifik desain tadi menjadi mungkin. Terutama jika kebutuhan pada desain yang personal ini dipicu pada keinginan untuk bisa beda dari yang lain, to be stand out from others.
Perkembangan lainnya adalah makin baurnya profesi-profesi yang ada, terutama yang berada dalam satu konteks yang sama, misalkan dalam bidang desain. Kerjasama antar disiplin ilmu seolah-olah membaurkan profesi antara desainer interior, produk atau komunikasi visual. Karena hal yang akhirnya menjadi penting adalah muatan dari produk desain itu sendiri.
Bagaimana kita bisa menghasilkan desain yang baik berdasarkan kolaborasi-kolaborasi tadi menjadi satu titik balik yang bisa merubah kondisi/peta dunia, terutama dalam kaitan siapa yang menjadi pelopornya. Stigma yang ada adalah negara-negara maju dan kaya merupakan kreator, yang mampu menghasilkan produk-produk handal bagi kebutuhan masyarakat dunia, ‘menyisakan’ negara-negara miskin sebagai pengguna produk dan teknologi second hand yang sebelumnya telah habis dieksploitasi negara-negara kaya. Saat ini juga mulai terjadi pergeseran dari produk dan teknologi terbaru yang tadinya seolah menjadi ‘milik’ negara, menjadi milik perusahaan/company.
Lalu bagaimana dengan kaitan pada desain multimedia dan animasi dengan perkembangan yang terjadi di era post-modernisme ini?
Untuk bisa merambah dan mengeksplorasi dunia multimedia dan animasi, penting untuk kembali pada dasarnya terlebih dahulu. Seperti kembali pada pemahaman kita terhadap definisi, sejarah serta penggunaan multimedia. Bagaimana kita dapat menggunakan perpaduan antara beragam visual elemen seperti tipografi, fotografi, audio dan video ke dalam teknik dan cara penulisan (writing), menstrukturkan informasi dan cerita yang ingin kita sampaikan (structuring), bagaimana kita menyampaikan informasi tadi (publishing) serta mengolahnya dalam materi yang interaktif (interactive materials).
Keberhasilan kita membuat sebuah desain multimedia dan animasi yang baik akan bergantung pada kualitas ide (quality of ideas) yang menjadi titik berangkat kita. Saat ini, originalitas bukan menjadi satu hal yang penting. Kadang bagaimana kita mampu mereka ulang ide (how to reuse ideas) menjadi faktor penentu pula. Dan yang penting adalah ide yang kita sampaikan haruslah unik, dan mampu membuat keterkejutan bagi siapapun pemirsa kita.
Dalam animasi pun kita juga akan berangkat dari hal-hal yang mendasar: prinsip-prinsip animasi, struktur dan naratif: bagaimana kita mengontrol informasi yang akan kita sampaikan, membangun perkembangan produksi secara simultan dan berkelanjutan, proses storyboarding untuk menata dan mengorganisasikan content/isi, serta pada unsure interface dan pertimbangan lay out: bagaimana pemirsa akan mengakses informasi yang kita tampilkan.
Perkembangan era terakhir menempatkan kita pada era pasca desain postmodernisme: cyber design. Jika kita merunut dari era desain modern yang bercirikan adanya standarisasi (scientific rational), lekat dengan paham Bauhaus, desain dengan titik berat untuk fungsi (design for function), sangat komersil dengan desain untuk produksi massal –dan memunculkan golongan baru: konsumer yang dulunya merupakan golongan pekerja-, serta desain-desain yang berbentuk hardware, disusul desain post-modernisme yang seakan merupakan anti-modernisme dengan prinsip desain yang lebih emosional dan personal, terpengaruh gerakan dari “Memphis” Group di era 1980-an yang memungkinkan desain tanpa fungsi atau dekorasi (non sense making), maka bagaimana dengan era cyber design?
Cyber design kerap diidentikkan dengan dunia digital, informasi dan virtual reality yang banyak dibangun dengan elemen-elemen multimedia. Pertukaran informasi yang begitu cepat dan mudah di era ini tentunya mendorong kreasi-kreasi desain yang baru dan fresh, terlebih didorong pentingnya kolaborasi antar desainer itu sendiri.
Satu studi kasus menarik adalah dengan kemudahan akses informasi, seorang yang berada di Korea dan belum pernah menginjakkan kakinya sedikitpun di Bali, bisa saja melakukan riset melalui jaringan internet, lalu membangun situs informasi tentang Bali (tentunya dengan sudut pandangnya sendiri). Hal ini tentu saja dimungkinkan, karena siapapun bisa melakukan apa saja. Tentu saja, akan ada persepsi yang bias, karena apa yang ditampilkan orang Korea ini hanya berdasarkan persepsi dia terhadap Bali. Jika kemudian orang ini berkolaborasi dengan orang lain yang pernah pergi ke Bali (atau bahkan orang Balinya sendiri) maka kedua belah pihak akan sama-sama mendapatkan hal-hal dan sudut pandang yang baru dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini akan sangat memungkinkan untuk menghasilkan desain/informasi yang sama sekali baru tentang Bali.
Sebuah desain akan memiliki lebih dari satu fungsi, terutama jika fungsi tadi sangat terkait dengan unsure kesenangan (fun). Hal yang menarik adalah konsep visible-invisible yang bisa jadi menjadi patokan desain di era cyber design ini. Bagaimana menghasilkan suatu desain (baik multimedia maupun animasi) yang bisa saja terlihat begitu sederhana dan kompak, tetapi ternyata memiliki beragam kemampuan yang sebelumnya tidak terlihat. Sesuatu yang terlihat (visible) dan ternyata memiliki banyak hal-hal tidak terlihat (invisible).
Macromedia
Flash merupakan sebuah program grafis dan animasi yang ditujukan bagi pecinta
desain dan animasi untuk berkreasi membuat animasi web interkatif, film animasi
kartun, presentasi bisnis atau kegiatan, company/organization
profile dan game flash. Pada program Macromedia Flash
disediakan berbagai fasilitas serta kemampuan penunjang lainnya yang
berfungsi sebagai sarana untuk berkreasi.
Kegunaan Macro Media
Flash :
·
membuat presentasi
·
membuat aplikasi
·
membuat animasi
·
membuat konten video
·
membuat media-rich flash dengan mengkombinasikan unsur: gambar,
suara, video, dan efek- efek khusus
Kelebihan Macromedia Flash
·
Merupakan teknologi animasi web yang paling populer saat ini
sehingga banyak didukung oleh berbagai pihak.
·
Ukuran file yang kecil dengan kualitas yang baik
·
Kebutuhan Hardware yang tidak tinggi
·
Dapat membuat website, cd-interaktif, animasi web, animasi
kartun, kartu elektronik, iklan TV, banner di web, presentasi cantik, membuat
permainan (game), aplikasi web dan handphone.
·
Dapat ditampilkan di banyak media seperti Web, CD-ROM, VCD, DVD,
Televisi, Handphone dan PDA.
·
Hasil akhir Flash memiliki ukuran yang lebih kecil (setelah
dipublish)
·
Animasi dapat dibentuk, dijalankan dan dikontrol
·
Flash dapat mengimpor hampir semua gambar dan file-file audio
sehingga dapat lebih hidup.
·
Gambar Flash tidak akan pecah meskipun di zoom beberapa kali
karena gambar flash bersifat gambar vektor.
·
Hasil akhir dapat disimpan dalam berbagai macam bentuk seperti
*.avi, *.gif, *.mov, maupun file dengan format
Kelemahan Macromedia
Flash :
·
Waktu belajarnya lama apalagi bagi yang belum pernah
menggunakan software desain grafis sebelumnya.
·
Grafisnya kurang lengkap.
·
Lambat login.
- Kurang Simpel.
- Menunya tidak user friendly.
- Perlu banyak referensi tutorial.
- Kurang dalam 3D. Pembuatan animasi 3D cukup
sulit.
- Bahasanya pemrogramannya agak susah.
- Belum ada template di dalamnya.
- Ukuran file besar.
·
Animasi frame to frame adalah animasi yang jarang sekali di buat oleh
orang-orang,karena sulit membuatnya juga memakan banyak memori
·
Animasi motion tween Adalah animasi yang di buat untuk membuat suatu
gerakan yang teratur
·
Animasi motion guide Adalah animasi yang dapat kita gunakan untuk membuat
suatu gerakan yang mengikuti jalur yang kita buat
·
Animasi masking Adalah animasi yang digunakan untuk menampilkan objek
yang semula di sembunyikan
·
Animasi motion shape Adalah
animasi yang digunakan untuk membuat animasi perubahan bentuk dari satu bentuk
ke bentuk yang lain
·
Animasi motion tween rotate Adalah animasi yang digunakan untuk membuat animasi
perputaran,baik berputar di tempat maupun berputar sambil berjalan.
Daftar
Pustaka : http://yunario48.blogspot.com/2013/04/jenis-jenis-animasi-di-macromedia-flash.html
TEORI ANIMASI
Oleh Annas Marzuki Sulaiman, S.Sn
The word animate comes from the Latin verb animare, meaning “to make alive or to fill with breath.” In animation we can completely restructure reality.
Kata animate berasal dari kata kerja Latin animare, yang berarti “membuat jadi hidup atau mengisi dengan nafas”. Pada animasi kita benar-benar bisa merestrukturisasi realitas.
(Jean Ann Wright 2005:1)
In the most general sense, animate means “give life to” and includes live-action puppetry such as that found on Sesame Street and the use of electromechanical devices to move puppets, i.e. animatronics.
Pengertian secara umum, animate memiliki arti “memberi kehidupan kepada” dan termasuk juga live-action (gerakan langsung) pedalangan/pewayangan/permainan boneka semisal Sesame Street serta penggunaan peralatan electromechanical untuk menggerakkan boneka, dinamakan animatronics.
(Rick Parent 2010:6)
Animation is animation, whatever the medium. Whether you are drawing on paper, modelling in Plasticine, shoving a couple of matchboxes around in front of a Bolex camera or animating with a computer; to become an animator you will need to understand movement and how to create emotion.
Animasi adalah animasi, apapun medianya. Apakah anda menggambar di atas kertas, pemodelan dengan plastik/malam, mendorong beberapa kotak korek api di sekitar di depan kamera Bolex atau menganimasikan dengan komputer, untuk menjadi seorang animator anda akan perlu memahami gerakan dan cara membuat emosi.
(Susannah Shaw 2004:1)
Animation Heritage
Wayang kulit bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk multimedia dan animasi yang telah dibuat oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lampau.
Layaknya film animasi, wayang kulit melibatkan berbagai seni lainnya antara lain seni peran, seni suara, seni musik, seni sastra, seni pahat, seni lukis dll. Selain itu juga melibatkan media visual dan suara.
Secara teknis, tanpa meninggalkan esensinya, sebenarnya kesenian wayang kulit bisa dikembangkan lagi sesuai dengan kemajuan teknologi terkini terutama yang berkaitan dengan animasi dan multi media.
Sumber: http://anazdesign.wordpress.com/2012/10/22/beberapa-teori-animasi/
Oleh Annas Marzuki Sulaiman, S.Sn
The word animate comes from the Latin verb animare, meaning “to make alive or to fill with breath.” In animation we can completely restructure reality.
Kata animate berasal dari kata kerja Latin animare, yang berarti “membuat jadi hidup atau mengisi dengan nafas”. Pada animasi kita benar-benar bisa merestrukturisasi realitas.
(Jean Ann Wright 2005:1)
In the most general sense, animate means “give life to” and includes live-action puppetry such as that found on Sesame Street and the use of electromechanical devices to move puppets, i.e. animatronics.
Pengertian secara umum, animate memiliki arti “memberi kehidupan kepada” dan termasuk juga live-action (gerakan langsung) pedalangan/pewayangan/permainan boneka semisal Sesame Street serta penggunaan peralatan electromechanical untuk menggerakkan boneka, dinamakan animatronics.
(Rick Parent 2010:6)
Animation is animation, whatever the medium. Whether you are drawing on paper, modelling in Plasticine, shoving a couple of matchboxes around in front of a Bolex camera or animating with a computer; to become an animator you will need to understand movement and how to create emotion.
Animasi adalah animasi, apapun medianya. Apakah anda menggambar di atas kertas, pemodelan dengan plastik/malam, mendorong beberapa kotak korek api di sekitar di depan kamera Bolex atau menganimasikan dengan komputer, untuk menjadi seorang animator anda akan perlu memahami gerakan dan cara membuat emosi.
(Susannah Shaw 2004:1)
Animation Heritage
Wayang kulit bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk multimedia dan animasi yang telah dibuat oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lampau.
Layaknya film animasi, wayang kulit melibatkan berbagai seni lainnya antara lain seni peran, seni suara, seni musik, seni sastra, seni pahat, seni lukis dll. Selain itu juga melibatkan media visual dan suara.
Secara teknis, tanpa meninggalkan esensinya, sebenarnya kesenian wayang kulit bisa dikembangkan lagi sesuai dengan kemajuan teknologi terkini terutama yang berkaitan dengan animasi dan multi media.
Sumber: http://anazdesign.wordpress.com/2012/10/22/beberapa-teori-animasi/
The Lego Movie adalah sebuah film animasi yang digarap oleh studio ternama, Warner Bros, berkisah tentang petualangan tokoh LEGO yang dianggap ahli dalam bidang konstruksi pembangunan, direkrut oleh para jagoan untuk menyelamatkan dunia LEGO. Produksi film ini sudah dimulai sejak 2008 dengan tema LEGO, sebuah produk mainan yang berasal dari Denmark dengan bentuk ikonik yang khas pada setiap mainan yang diproduksinya (miniatur, karakter), yang kemudian diolah dalam bentuk animasi digital dengan mengikuti cerita orisinilnya yang khusus dibuat untuk diproduksi dalam bentuk feature film.Pengisi suara pada film animasi ini antara lain Chris Pratt, Elizabeth Banks, dan Morgan Freeman. The Lego Moviedijadwalkan tayang premiere pada tanggal 6 Februari 2014 di LEGOLAND, California, dan kemudian tanggal 7 Februari 2014 tayang secara umum di bioskop.
(Trailer: http://www.youtube.com/watch?v=fZ_JOBCLF-I)
source by: http://www.masterpiecemagz.com/8-film-animasi-yang-akan-tayang-di-tahun-2014/
Film animasi baru yang akan tayang di bulan Maret 2014 nanti, merupakan hasil karya dari DreamWorks Animation Studio yang telah sukses menghasilkan film-film animasi hebat seperti Shrek, Kung Fu Panda, dan Madagascar. Film animasi 3D ini bercerita tentang Mr.Peabody, seekor ilmuwan jenius berwujud anjing yang dapat berbicara dan seorang anak kecil bernama Sherman. Diceritakan Sherman melakukan kesalahan dengan mengaktifkan mesin waktu, sehingga mereka berdua harus berpetualang ke masa lampau untuk menyelamatkan masa depan. Film animasi ini dibuat berdasarkan cerita kartun klasik karya Jay Ward yang berjudul The Rocky & Bullwinkle Show.Mr.Peabody & Sherman dijadwalkan akan tayang di bioskop pada 7 Maret 2014.
(Trailer: http://www.youtube.com/watch?v=za56MdewGzM)
source by: http://www.masterpiecemagz.com/8-film-animasi-yang-akan-tayang-di-tahun-2014/
Sebuah animasi 3D stop motion terbaru dari Laika Studios, bercerita tentang kisah para Boxtrolls, monster yang hidup di bawah jalan Cheesebridge, dan seorang anak yatim piatu bernama Eggs yang dibesarkan oleh Boxtrolls. Para Boxtrolls terancam oleh penjahat bernama Archibald, dan Eggs harus menyelamatkan teman-temannya dari rencana jahat tersebut. Film animasi ini dibuat dengan menggunakan teknik replacement animation yang sangat menginspirasi. Diperlukan kerja keras seluruh tim pada tiap frame-nya karena mereka harus menggerakkan secara manual semua elemen untuk membuat satu scene per detiknya. Mengenai kualitas animasinya tentu sudah tidak dapat diragukan lagi, kita dapat melihat kembali Karya Laika Studio seperti Coralinedan ParaNorman yang begitu menarik untuk disaksikan.The Boxtrolls akan hadir di bioskop kesayangan anda mulai 26 September 2014.
(Trailer: http://www.youtube.com/watch?v=o4dYsR4xNRk)
source by: http://www.masterpiecemagz.com/8-film-animasi-yang-akan-tayang-di-tahun-2014/
Robot kucing berwarna biru dari masa depan ini kembali mendapat perhatian dari publik. Yup, dialah Doraemon! Pada bulan November 2013 lalu, dunia dikejutkan dengan kemunculan sebuah trailer film animasi Doremon terbaru yang digarap dalam bentuk animasi 3D. Film animasi ini merupakan sebuah bentuk perayaan dari ulang tahun pencipta dari serial Doraemon, Fujiko F. Fujio (Hiroshi Fujimoto) yang ke-80. Di situsnya (http://doraemon-3d.com/) tertulis sebuah keterangan waktu, yaitu Agustus 2014 yang kemungkinan besar adalah waktu dirilisnya film ini. Yuk kita tunggu kehadiran dari doraemon 3D ini!
(Trailer: http://www.youtube.com/watch?v=IVuXGgOGR7Q)
source by: http://www.masterpiecemagz.com/8-film-animasi-yang-akan-tayang-di-tahun-2014/
Cara Untuk Membuat Gambar animasi bergerak
Gambar animasi bergerak dengan format GIF biasanya digunakan untuk
membuat banner iklan. Gambar animasi ini bisa didapatkan dari perpaduan atau
kumpulan gambar yang untuk kemudian selanjutnya di buat agar dapat berjalan
atau tampil satu persatu dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk
membuat gambar animasi bergerak GIF, salah satu aplikasi gratis yang bisa
digunakan adalah AnimateGIF.
AnimateGIF adalah
sebuah utilitas kecil yang cepat akan membuat animasi GIF. Memiliki antarmuka
yang benar-benar sederhana sehingga mudah untuk digunakan. Aplikasi ini
bersifat portable, ringan, dasar dan sangat mudah digunakan. Cukup letakkan
gambar dalam kotak yang tersedia untuk membuat gambar animasi GIF. Kita dapat
mengatur animasi Loop, keterlambatan Frame, dan kualitas untuk output gambar
GIF nya.
Untuk cara membuat gambar animasi bergerak GIF
menggunakan AnimateGif cukup mudah. Berikut adalah caranya:
2. Ekstrak dan jalankan file AnimateGif.exe
3. Pilih dan masukkan file gambar yang akan dibuat
animasi dengan cara drag dan drop
4. Selanjutnya anda bisa mengatur jumlah frame
serta kualitas yang diinginkan
5. Klik “Animate” untuk mengkonversi gambar-gambar
tersebut menjadi gambar animasi.
Semoga informasi tentang aplikasi dan cara membuat gambar
animasi bergerak GIFdiatas dapat bermanfaat.
http://www.inicaraku.com/aplikasi-gratis-untuk-membuat-gambar-animasi-bergerak-gif.html
Langganan:
Postingan (Atom)
Posting Komentar